Kerajaan Majapahit: Sejarah Perkembangan di Indonesia. Bagaimana perkembangan sejarah Kerajaan Majapahit di Nusantara? Seperti yang kita tahu, Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Indonesia. Kekuasaanya bukan hanya di pulau Jawa dan Indonesia. Melainkan hingga Sumatra, Semenanjung malaya, Borneo, Kepulauan Sulu, Manila hingga Indonesia Timur.
Sejarah Perkembangan Kerajaan Majapahit
Diruntut dari sejarahnya, setelah Raja Kartanegara wafat ketika penyerangan Jayakatwang dari kediri, kerajaan Singhasari runtuh. Karena Raja Kartanegara dan semua pembesar istana tewas, maka terjadi kekosongan kekuasaan di pulau jawa. Raden Wijaya segera menobatkan dirinya sendiri sebagai raja dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Lalu memindahkan ibu kota ke daerah yang kini disebut Mojokerto.
Serangan pada Jayakatwang yang dilakukan oleh Raden Wijaya, membuatnya bertugas menghadang bagian utara. Malangnya ternyata serangan yang jauh lebih besar malah dilancarkan dari arah Selatan. Tak ayal, ketika Raden Wijaya kembali menuju istana, ia baru menyadari bahwa Istana Kerajaan Singasari hampir hancur dan habis dilalap api. Tak hanya itu, Raden Wijaya juga mendengar bahwa Kertanegara telah tewas terbunuh sekaligus bersama pembesar-pembesar lainnya yang ada di istana. Raden Wijaya kemudian melarikan diri bersama sisa tentaranya yang masih mau setia kepadanya. Dan dibantu pula oleh penduduk desa Kugagu. Kemudian pelariannya dilanjutkan menuju Madura. Ia dilindungi oleh Aryawiraraja pada saat itu.
Raden Wijaya Menduduki Tahta Majapahit
Berkat bantua Aryawiraraja, Raden Wijaya berhasil menduduki tahta. Aliansi Raden Wijaya semakin membesar ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing. Para tentara pendatang ini memiliki tujuan menghukum Kertanegara. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Raden Wijaya. Ia lalu bekerjasama dengan para tentara Mongol untuk menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol dan pasukan Raden Wijaya berpesta pora merayakan kemenangan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol. Hingga akhirnya rombongan tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negerinya secara paksa. Pada tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan diberi gelar Sri Kertajasa Jayawardhana. Maka dimulailah era baru Kerajaan Majapahit.
Sama seperti kerajaan lain, kerajaan ini juga mengalami masalah. Beberapa orang yang dipercaya Kertarajasa termasuk Ranggalawe, Sora dan Nambi malah memberontak melawannya. Meskipun pemberontakan ini tidak berhasil, namun tetap dicatat dalam Pararaton.
Slamet Muljana (seorang filolog dan sejarawan dari Indonesia) memiliki dugaan kuat bahwa mahapatih Halayudha yang melakukan konspirasi dalam misi menjatuhkan semua orang kepercayaan raja. Hal ini diduga karena Halayudha menginginkan posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian menjemput pemberontak terakhir, Halayudha di tangkap dan dihukum mati. Tak lama setelah itu, Raden Wijaya juga meninggal.
Jayanegara Penerus Raden Wijaya
Penerus Raden Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton mencatat bahwa Jayanegara disebut Kala Gemet yang memiliki arti penjahat lemah. Ada sebuah kisah mengenai hal ini. Ketika masih dalam era kepemimpinannya, seorang pendeta Italia bernama Oodrico da Pordenone berkunjung ke keraton Majapahit di Jawa. Tak lama setelah itu, Jayanegara ditemukan terbunuh oleh tabibnya sendiri. Ibu Tirinya yang bernama Gayatri Rajapatni yang seharusnya menggantikannya sebagai pemimpin malah memilih untuk mengundurkan diri dan memutuskan untuk menjadi Bhiksuni.
Tribhuwana Ratu Majapahit
Rajapatni kemudian menunjuk anak perempuannya bernama Tribhuwana untuk menduduki posisi ratu di Majapahit. Pada tahu 1336, Tribhuwana menujuk seseorang menjadi mahapatih. Dipilihnya Gajah Mada sebagai Mahapatih. Dan dalam pelantikannya Gajah Mada mengucapkan sumpah palapa. Sumpah ini berisi mengenai rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun kemaharajaan. Kerjasama antara Tribhuwana dan kegigihan Gajah Mada membuat Majapahit pada era itu menjadi lebih besar, berkembang dan terkenal diseluruh Nusantara. Tribhuwana memimpin Majapahit hingga kematian ibunya, kemudian ia memberikan tahta tersebut pada putranya yang bernama Hayam Wuruk.
Raja Hayam Wuruk, Puncak Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga memiliki sebutan Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Sejak masa pemerintahan ibunya hingga digantikan oleh dirinya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Ini tak lain karena bantuan mahapatihnya, Gajah Mada.
Gajah Mada memimpin dengan apik dan sistematis. Di bawah perintah Gajah Mada, Majapahit semakin menguasai lebih banyak wilayah. Menurut catatan sejarah dari Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Catatan ini adalah yang menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun sayangnya, batasan alam dan ekonomi di tanah kerajaan menunjukkan bahwa daerah-daerah yang dianggap kekuasaan tersebut tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit secara langsung, melainkan terhubungkan satu sama lain dikarenakan perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja pada saat itu. Majapahit juga diketahui memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan secara aktif mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain berperang dan melakukan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan demi mengembangkan kepemimpinannya.
Hayam Wuruk kemudian berencana mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai Permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan karena ditengarai bahwa Hayam Wuruk memang berniat mengembangkan politiknya. Pada 1357 rombongan raja Sunda lengkap beserta keluarga dan pengawalnya berkunjug ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk melaksanakan pernikahan dengan Hayam Wuruk. Namun Gajah Mada yang telah berpengalaman dalam mengatur strategi militer melihat hal ini sebagai peluang yang bagus untuk memaksa kerajaan Sunda menjadi takluk di bawah Majapahit.
Perang Kerajaan Majapahit Melawan Kerajaan Sunda
Peperangan antara keluarga dari kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit tidak terelakkan. Pertarungan sengit itu berlangsung di lapangan Buba. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin dengan gagah berani memberikan perlawanan pada Majapahit, keluarga kerajaan Sunda akhirnya kewalahan dan dikalahkan. Hampir keseluruhan rombongan keluarga kerajaan Sunda yang pada saat itu datang dibinasakan secara kejam dan tanpa ampun.
Catatan menyebutkan bahwa sang putri Citraresmi yang kecewa secara mendalam, dengan hati remuk dan putus asa akhirnya melakukan “bela pati”, sebuah tradisi bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat adalah yang tercatat pada tema naskah kidung Sunda.
Sang pujangga juga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang mulai dari Sumatra hingga Papiua, mencakup Semenanjung Malaya dan juga Maluku. Tradisi lokal diberbagai daerah di Indonesia masih mencatat dengan rapi mengenai legenda kekuasaan Majapahit. Keberanian dan kekerasan yang tidak segan untuk dilakukan. Administrasi yang dilakukan juga mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, diluar itu ada pemberlakuan sebuah sistem pemerintahan otonomi luas, dimana pemberlakuan upeti berkala dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.
Masuknya Islam ke Majapahit
Meskipun kekuasaan kerajaan Majapahit terus diperluas di berbagai pulau dan tak jarang pula menyerang negara tetangga, perhatian utama seluruh kerajaan pada era itu sepertinya mengarah pada Majapahit. Sebagai Kerajaan yang hampir mendapatkan separuh kekuasaan berdagang di nusantara, Majapahit bukan hanya dikenal dengan kengeriannya, namun juga dengan sistem administrasinya yang bagus demi kesejahteraaan kaumnya sendiri. Pada saat era kejayaan ini pulalah banyak sekali pedagang muslim yang kemudian ikut masuk ke wilayah ini dan menyebarkan islam di tanah Majapahit.